Karawang,pikiranrakyatnusantara.com-Sejumlah elemen masyarakat sipil dan organisasi mahasiswa di Karawang menyampaikan sikap kritis terhadap penanganan kasus dugaan mega korupsi yang melibatkan mantan pejabat PD Petrogas Persada, salah satu BUMD milik Pemkab Karawang.
Dalam konferensi pers yang digelar kantor LBH CAKRA kawasan Gunung Tujuh, Karawang, Selasa siang (1/7), beberapa organisasi seperti LBH Cakra Indonesia, Karawang Budgeting Control (KBC), Ikatan Mahasiswa Karawang (IMAKA), Paguyuban Kujang 11.4444, ( BEM FH UBP ), dan Pro-Gerakan Rakyat Adil Makmur (PROGRAM), menyuarakan keprihatinan mendalam atas dugaan penjarahan sumber daya alam Karawang melalui praktik korupsi yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Mereka menyoroti informasi dari Kejaksaan Negeri Karawang yang sebelumnya menyebutkan kerugian negara mencapai Rp 7,1 miliar dalam kasus yang menyeret inisial GBR, mantan Dirut PD Petrogas. Namun, dalam keterangan yang sama, Kejari juga memamerkan barang bukti berupa uang senilai Rp 101 miliar, yang menimbulkan pertanyaan publik tentang kejelasan total kerugian dan keterkaitan barang bukti tersebut.
“Ada ketidaksesuaian data antara jumlah kerugian negara Rp 7,1 miliar dan jumlah barang bukti yang disita mencapai Rp 101 miliar. Maka, perlu penjelasan menyeluruh dari Kejari Karawang agar masyarakat tidak salah menafsirkan atau menduga-duga,” tegas Dadi Mulyadi S.H, Direktur Eksekutif LBH Cakra Indonesia.
Para aktivis juga menyinggung total dividen dari participating interest (PI) PD Petrogas Persada selama lima tahun (2019–2024) yang disebut mencapai Rp 112,2 miliar. Mereka mempertanyakan mengapa hanya Rp 7,1 miliar yang dianggap sebagai kerugian negara, padahal nilai sitaan melebihi angka tersebut.
Koalisi sipil mendesak agar Kejari Karawang tidak hanya berhenti pada satu tersangka, melainkan mengungkap jaringan yang lebih luas, termasuk kemungkinan praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010.
“Kami mendorong Kejari untuk menerapkan UU TPPU dan menelusuri semua pihak yang turut menikmati hasil kejahatan korupsi ini. Jangan sampai ada kesan tebang pilih,” kata Alfin Fadhilah Ketua IMAKA.
Mereka juga mempertanyakan transparansi informasi Kejari yang menyebutkan adanya pengembalian uang hasil korupsi sebesar Rp 7,1 miliar, namun belum jelas keberadaan uang tersebut. Jika tak terbukti, maka informasi itu dianggap menyesatkan publik.
Pihak koalisi mengingatkan bahwa uang dividen Rp 101 miliar merupakan bagian dari potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Karawang, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik seperti:
* Perbaikan infrastruktur jalan
* Program rumah tidak layak huni (Rutilahu)
* Bantuan bagi buruh dan petani miskin
* Pendidikan dan gizi anak-anak kurang mampu
* Perlindungan sosial bagi nelayan dan masyarakat marginal lainnya
“Jika uang ini kembali ke kas daerah, maka rakyat Karawang akan mendapatkan manfaat nyata. Jangan biarkan uang rakyat menguap begitu saja tanpa kejelasan,” ujar Ricky Mulyana Direktur ( KBC).
Dalam pernyataan tegasnya, koalisi juga mendesak agar tersangka GBR berani mengambil peran sebagai **justice collaborator**, untuk mengungkap pelaku utama dan aktor intelektual di balik kejahatan tersebut.
Mereka juga meminta agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera dilibatkan demi menjamin keselamatan tersangka dari tekanan dan intimidasi pihak-pihak berkepentingan.
### **Penutup: Jangan Biarkan Kejahatan Kerah Putih Jadi Tontonan**
Sebagai penutup, koalisi masyarakat sipil Karawang menyampaikan pesan moral dan kecaman keras terhadap praktik korupsi yang merampas hak rakyat.
“Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang dampaknya menghancurkan kehidupan rakyat. Satu kata untuk korupsi: **LAWAN!**”
Dengan penuh keprihatinan dan kecintaan terhadap Karawang, mereka menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan seluruh kerugian negara benar-benar dikembalikan.
(Abah Rudi Karawang)