banner 728x250

Jalan Negara Di Terungan Longsor, Akibat Ulah Dari Tambang PT MSM. Bitung Sulawesi Utara

banner 120x600
banner 468x60
Spread the love

 

Bitung Sulut – Sepanjang kurang lebih 30 meter, jalan negara di Desa tenerungan kecamatan pinansungkulan kelurahan ranowulu kota Bitung Sulawesi Utara itu dibebani dan dikepung perizinan tambang. Dampak dari beban izin tambang ini menimbulkan potensi kerugian negara karena rusaknya infrastruktur yang dibangun dengan uang pajak rakyat seperti jalan nasional atau jalan negara. 06/03/2025

banner 325x300

Berdasarkan hasil penelusuran dari Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Kaliber Indonesia Bersatu Sulawesi Utara, pada kasus longsornya jalan negara di Desa tenerungan, bahwa jarak pertambangan dengan jalan nasional yaitu hanya 2-3 meter.

Adapun jarak pertambangan dari PT MSM dan pemukiman warga hanya 300 meter dan sungai di sekitar pertambangan sudah tidak bisa lagi di nikmati oleh masyarakat di sekitar pertambangan. pertambangan ini seharusnya dapat ditindak tegas baik dengan sanksi administratif maupun pidana.

Lanjut Tamila,sebagai acuan dasar hukum misalnya, dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka bahwa jarak minimal tepi galian lubang tambang dengan pemukiman warga adalah 500 meter dan
selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, di sana diatur tentang sempadan sungai paling sedikit 50 meter kiri dan kanan sungai untuk sungai kecil dan 500 meter untuk sungai besar. Sempadan sungai yang fungsinya untuk konservasi tidak seharusnya juga ditambang. Ditambah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Pasca Tambang, perusahaan tambang seharusnya menutup lubang tambang setelah melakukan pengerukan.

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur hak-hak masyarakat terhadap lingkungan hidup ataupun terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Salah satunya Pasal 65 yang mengatur hak setiap orang atas lingkungan hidup.

Negara dalam hal ini termasuk Pemerintah Daerah terlalu banyak berkompromi terhadap korporasi yang tidak bertanggung jawab, bahkan berkelit dan lari dari tanggung jawab atas kejadian ini. Di hal yang sama sekitar 200 meter dari longsor tersebut juga pernah dilakukan pemindahan jalan negara atau jalan nasional karena longsor akibat aktivitas tambang. Artinya kejadian ini selalu terulang dan pemerintah kembali lagi terbukti lalai dan selalu membiarkan kerusakan lingkungan terjadi seolah-olah Pemerintah di bawah kekuasaan korporasi pungkas Ato Tamila.

Tambah Tamila,tata kelola pertambangan yang masih carut marut dan serampangan ini membuktikan bahwa pemerintah dan penegak hukum selalu lalai dan membiarkan kejadian selalu berulang. Selain kerusakan lingkungan, ini juga bentuk kelalaian pemerintah di sektor pertambangan.

Tamila menyebut, kasus-kasus yang di sebabkan oleh aktor industri ekstraktif ini adalah buai dari lalai dan lemahnya pemerintah untuk memastikan keselamatan masyarakat dan lingkungan serta potensi kerugian negara pun telah terjadi serta
muaranya adalah potensi korupsi melalui tata kelola sumber daya alam.Belum juga korupsi lewat birokrasi perizinan oleh mafia-mafia perizinan.

Dari semakin masifnya praktik buruk pertambangan ini, LSM KALIBER SULUT dan masyarakat menyatakan sikap sebagai berikut;

1.Mendesak perusahaan tambang untuk segera memperbaiki dan memulihkan lokasi longsornya jalan negara atau jalan nasional.

2.Mendesak pemerintah jangan sampai menggunakan dana rakyat untuk melakukan pemulihan kerusakan lingkungan, termasuk jalan negara yang longsor,
Tutup Ato Tamila.

MM 79

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *