Indramayu,pikiranrakyatnusantara.com-Suara-suara rakyat yang lama terpendam akhirnya menggema dalam Reses II Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar oleh Ono Surono, ST., Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi PDI Perjuangan.kegiatan tersebut bertempat di aula kantor Desa jangga berlangsung khidmat pada selasa 11/3/2025
Di ruangan itu, bukan hanya kata-kata yang berbicara, tapi juga keluh kesah yang sudah mengendap lama di dada mereka yang mendidik dan mereka yang menggantungkan hidup pada tanah.
Dari sudut aula, Ade Sutrisno, seorang kepala sekolah madrasah, berdiri dengan mata yang menyiratkan kelelahan—bukan karena lelah mengajar, tapi lelah menunggu keadilan yang tak kunjung datang.
“Kami sama-sama mendidik anak bangsa, tapi mengapa kami selalu tertinggal?” keluhnya.
Ia menyoroti ketimpangan regulasi antara madrasah di bawah Kementerian Agama dan sekolah di bawah Dinas Pendidikan. Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang seharusnya menopang pendidikan sering kali terlambat. Sementara sekolah umum sudah menerima haknya, madrasah masih harus menunggu.
“Guru-guru kami hanya mendapat honor Rp200.000–Rp300.000 per bulan, dan itu pun belum cair. Bagaimana kami bisa bertahan?” katanya, suara lirihnya menampar kenyataan.
Tak hanya itu, Program Indonesia Pintar (PIP) pun menjadi ironi. Tahun lalu, madrasah aliyah seperti anak tiri, terpinggirkan dari alokasi bantuan, sementara sekolah-sekolah lain di bawah dinas pendidikan menikmatinya lebih dahulu.
Ade berharap, melalui pertemuan ini, Ono Surono bisa menjadi jembatan menuju kebijakan yang lebih adil. “Kami tidak meminta lebih, hanya ingin disetarakan.”
Namun, bukan hanya ruang kelas yang menuntut keadilan. Di luar sana, sawah-sawah di Jumbleng dan Jangga menangis dalam diam. Bendungan yang seharusnya menjadi perisai justru retak, tak mampu menahan gempuran air laut yang datang tanpa permisi.
“Jika air asin sudah masuk, habislah semua. Tak ada panen, hanya tangis petani,” ungkap seorang warga, matanya menerawang ke ladangnya yang mulai tandus.
Bendungan itu tak sekadar infrastruktur. Ia adalah garis hidup. Jika bobol, bukan hanya tanah yang rusak, tapi juga masa depan mereka yang mengandalkan padi sebagai napas kehidupan.
Ono Surono menanggapi dengan penuh keseriusan. Ia menegaskan bahwa setiap permasalahan harus diajukan dengan koordinasi yang jelas, dari kuwu ke camat, lalu ke dinas terkait. Jika ini berada di ranah provinsi atau pusat, ia siap memperjuangkannya di DPRD.
“Ini bukan sekadar perbaikan bendungan, ini tentang menjaga kehidupan,” katanya.
Di bawah lampu aula yang mulai meredup, reses ini bukan hanya tentang duduk dan bicara. Ini adalah janji bahwa suara rakyat tak akan lenyap begitu saja. Bahwa mereka yang berjuang di ruang kelas dan di hamparan sawah akan mendapat tempat yang layak dalam kebijakan negeri ini.
Indramayu menunggu. Bukan janji, tapi bukti. Bukan sekadar kata-kata, tapi aksi nyata. Agar kelak, madrasah tak lagi menunggu, dan petani tak lagi meratap pada tanah yang kering dan asin.
(Udin S )