Jakarta,pikiranrakyatnusantara.com – Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) menilai kasus penimbunan sungai di perumahan Kezia Batam Center bukan saja melanggar UU PPLH dan Tata Ruang, pelaku yang adalah pejabat negara bisa dijerat dengan UU Tipikor. Polda Kepri bisa menerapkan pasal berlapis dalam hal ini, namun masih dalam ruang lingkup pidana khusus atau ditkrimsus. Perusahaan lingkungan dan pelanggaran terhadap tata ruang termasuk pidana tertentu yang bersifat khusus.
“Karena yang bersangkutan adalah anggota DPRD Provinsi Kepri, maka kepadanya bisa digunakan UU Tipikor. Khususnya Pasal 2 dan 3, penyalahgunaan kewenangan dan jabatan untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau korporasi.” kata Ketua Kodat86 Cak Ta’in Komari SS kepada media Kamis (27/3)
Menurut Cak Ta’in, perbuatan menimbun sungai dengan menggunakan excavator atau alat berat milik pemerintah daerah oleh penyelenggara negara, dalam hal milik Dinas BM-SDA Kota Batam, bahkan BBM juga dari dinas tersebut, untuk keuntungan pribadi atau korporasi jelas sudah memenuhi unsur pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Bahkan kalau ada unsur menekan dan memaksa, atau pejabat dinas merasa ditekan dan terpaksa melakukan pinjaman alat berat tersebut, kepadanya bisa ditambahkan Pasal 12e.
“Pasal 2 dan 3, jika digabung unsurnya adalah setiap orang yakni Li Khai, memperkaya dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, dengan cara melawan hukum menyalahgunakan kewenangan-kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Li Khai adalah pejabat negara sebagai anggota DPRD Provinsi Kepri.” jelasnya.
Lebih lanjut Cak Ta’in menekankan posisi kepala dinas tentu tidak berani sembarangan menolak permintaan anggota dewan tersebut, apalagi mereka berasal satu partai dengan Walikota, pimpinan kadis, jadi mungkin dengan terpaksa harus menuruti permintaan dan perintah pejabat di atasnya tersebut. “Unsur pidana Pasal 12e juga terpenuhi.” ujarnya.
Persoalan lain yang perlu diteliti dan dikaji yakni alokasi lahan dan terbitnya ijin membangun, yang tentu harus memenuhi ketentuan tata ruang, sempadan sungai tidak boleh dialokasikan. Maka pejabat Direktorat Lahan di sini perlu diperiksa kemungkinan terlibat dalam masalah tersebut. Implikasi dan akibat dari perbuatan menimbun sungai tersebut sangat besar bagi kepentingan masyarakat umum, terutama dari ancaman banjir pada saat turun hujan.
Sehari sebelumnya Cak Ta’in menegaskan, penimbunan sungai jelas akan mengakibatkan perubahan fungsi sungai. Air yang seharusnya bisa mengalir lancar bakal mengancam jadi bahaya banjir bagi kawasan sekitarnya. Tentu ke depan akan merugikan warga yang menjadi korban kebanjiran, yng secara otomatis aktivitas terganggu dan merusak barang yang ada.
“Yang jelas ada dua UU yang dilanggar; UU No.32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Spesifik kasusnya merusak lingkungan dan merubah ruang sungai,” urainya.
Mantan dosen Unrika Batam itu menjelaskan, tindakan penimbunan sungai itu berbahaya bagi kelangsungan lingkungan dan hidup masyarakat, maka pelanggaran itu harus diproses hukum. Kabarnya Ditkrimsus Polda Kepri sudah bertindak cepat dengan memanggil beberapa orang terkait. “Kita apresiasi reaksi cepat dari Polda Kepri,” ujarnya.
Lebih lanjut Cak Ta’in menegaskan, untuk delik hukumnya bisa menggunakan Pasal 57, 60 dan 374 UU PPLH, serta Pasal 69, 70, dan 71 UU Tata Ruang. Penyidik Polda diyakini jauh lebih memahami pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat pelanggaran hukum tersebut. Untuk aturan teknisnya bisa dilihat pada PP No. 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, PP No.38 tahun 2011, Peraturan BPK No.2 tahun 2019, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.14 tahun 2022, juga Peraturan Menteri PUPR No.28 tahun 2015.
“Penyelesaian masalah penimbunan sungai ini jangan hanya dengan mengambil kembali timbunan itu, tapi proses hukum harus tetap dilanjutkan. Ini preseden buruk yang akan memberi efek jerah bagi perusak lingkungan dan pelanggar tata ruang lainnya. Kita berharap Polda Kepri melanjutkan proses yang sudah dilakukan saat ini, sebab indikasi unsur pidananya jelas ada,” tegas Cak Ta’in.
Reporter : Redaksi