banner 728x250

Reformasi Dewan Pers dan Peneguhan Kembali Makna, Kebebasan Pers Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

banner 120x600
banner 468x60
Spread the love

Oleh : Feri Rusdiono, S.H.
Penulis Adalah Jurnalis Senior, Sekaligus Ketum DPP PWOD

Jakarta,pikiranrakyatnusantara.com – Dalam prinsip demokrasi konstitusional, pers merupakan roh kebebasan rakyat. Melalui pers, bangsa berbicara, mengawasi kekuasaan, dan mengoreksi penyimpangan negara. Namun realitas hari ini menunjukkan bahwa fungsi luhur pers di Indonesia telah jauh menyimpang dari amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Lembaga yang seharusnya menjaga kemerdekaan pers, yaitu Dewan Pers, kini justru terperangkap dalam bias kekuasaan, kepentingan kelompok, dan kebijakan yang mengekang independensi media di tanah air.

banner 325x300

Kritik Terhadap Dewan Pers

Sejak reformasi 1998, Dewan Pers diberikan mandat konstitusional untuk memastikan kebebasan pers berjalan sehat, profesional, dan bebas dari intervensi politik. Namun dalam dua dekade terakhir, Dewan Pers justru lebih banyak menciptakan kebijakan yang membatasi ruang hidup media lokal dan jurnalis independen, alih-alih memperluas partisipasi dan kebebasan informasi.

Proses verifikasi media, misalnya, yang semestinya menjadi langkah pembinaan, berubah menjadi alat pembatasan dan diskriminasi. Banyak media kecil dan daerah tersingkir karena birokrasi Dewan Pers yang elitis dan tidak adaptif terhadap realitas lapangan. Ini bertentangan dengan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana termaktub dalam sila kelima Pancasila.

Lebih jauh, Dewan Pers telah gagal menjaga netralitasnya sebagai lembaga independen. Hubungan lembaga ini dengan sebagian organisasi media besar dan kekuatan politik membuatnya tidak lagi menjadi wadah bersama bagi seluruh insan pers. Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 menegaskan bahwa kebebasan pers adalah hak setiap warga negara untuk memperoleh informasi, bukan monopoli segelintir kelompok yang mengatasnamakan “profesionalisme”.

Krisis Kebebasan Pers Indonesia

Kegagalan Dewan Pers bukan sekadar persoalan internal lembaga, melainkan telah berdampak sistemik terhadap menurunnya indeks kebebasan pers nasional. Berdasarkan laporan World Press Freedom Index 2025 oleh Reporters Without Borders (RSF), Indonesia hanya menempati peringkat ke-127 dari 180 negara, dengan skor 44,13 dari 100. Ini adalah tamparan keras bagi bangsa yang mengaku sebagai negara demokratis.

Ironisnya, negara kecil seperti Timor Leste, yang dulunya bagian dari Indonesia, justru menjadi yang terbaik di Asia Tenggara dengan skor 71,79. Fakta ini menunjukkan betapa lemahnya komitmen kita terhadap perlindungan kebebasan pers, dan betapa Dewan Pers tidak lagi berfungsi sebagai benteng kemerdekaan informasi, melainkan sekadar lembaga administratif tanpa visi nasional.

Kebebasan Pers dalam Bingkai Pancasila

Kebebasan pers yang kita perjuangkan bukanlah kebebasan yang liar atau tanpa batas, tetapi kebebasan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila — yakni kebebasan yang bertanggung jawab, beradab, dan berpihak pada kebenaran serta keadilan.

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menuntut agar insan pers bekerja dengan etika dan integritas moral.

Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, mengingatkan bahwa pers tidak boleh menjadi alat fitnah atau provokasi.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengamanatkan agar media menjadi perekat bangsa, bukan pemecah belah.

Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, menggarisbawahi bahwa pers harus menjadi ruang dialog publik, bukan alat propaganda kekuasaan.

Dan sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menegaskan bahwa akses terhadap kebebasan informasi harus merata, tanpa diskriminasi terhadap media kecil, daerah, maupun independen.

Kembali ke Semangat UUD 1945 dan Reformasi

Pasal 28 F UUD 1945 secara tegas menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Semangat ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa pers nasional berfungsi memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan keadilan, dan memperjuangkan kebenaran.

Namun, ketika Dewan Pers menjelma menjadi lembaga yang eksklusif dan tertutup, maka jiwa reformasi 1998 telah dikhianati. Reformasi seharusnya membuka ruang demokrasi, bukan menutupnya dengan regulasi yang membatasi media. Karena itu, sudah saatnya Presiden Republik Indonesia turun tangan memimpin gerakan moral reformasi Dewan Pers secara nasional.

Tawaran Konsep, Reformasi Dewan Pers

Sebagai bagian dari solusi dan jalan keluar, kami mengajukan tiga pokok konsep reformasi Dewan Pers yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945:

1. Demokratisasi Struktur Dewan Pers.
Komposisi keanggotaan harus representatif dari seluruh lapisan insan pers — media besar, lokal, kampus, jurnalis independen, dan organisasi masyarakat sipil — bukan hanya dari organisasi tertentu.

2. Redefinisi Fungsi Dewan Pers.
Fokus Dewan Pers harus dikembalikan pada pembinaan, perlindungan, dan pemberdayaan jurnalis. Proses verifikasi media sebaiknya bersifat pembinaan, bukan pembatasan.

3. Penguatan Etika dan Keadilan Informasi.
Dewan Pers harus menjadi penjaga moralitas informasi publik, bukan alat kekuasaan. Kebebasan pers harus dijalankan dengan tanggung jawab sosial dan prinsip keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Seruan Kepada Presiden Republik Indonesia

Dengan segala kerendahan hati dan kepedulian terhadap masa depan demokrasi bangsa, kami menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia agar memimpin langsung reformasi struktural Dewan Pers, membentuk tim evaluasi independen, serta membuka ruang dialog nasional antar insan pers. Langkah ini penting untuk memulihkan kembali marwah kebebasan pers Indonesia yang kini berada di ambang krisis moral dan profesionalisme.

Kita tidak sedang menentang Dewan Pers sebagai lembaga, tetapi menuntut pemulihan atas roh dan semangat kemerdekaan pers yang telah dikhianati oleh praktik yang tidak berkeadilan.
Sudah saatnya kita kembali menegakkan kebenaran, keberanian, dan kebebasan yang bermartabat demi Indonesia yang lebih demokratis dan beradab.

Reporter : Redaksi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *