Batam,pikiranrakyatnusantara.com – 11 Juni 2025.Siti Hawa alias Nek Awe (70 tahun), tokoh anti relokasi di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam, simpati dan siap mendukung perjuangan Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) Rury Afriansyah, pemilik Hotel Purajaya untuk meraih keadilan. Nek Awe menyatakan dia tidak sendiri, tetapi didukung oleh ribuan warga Rempang yang menjadi korban kezoliman terhadap warga Melayu di Kota Batam.
”Kami di Rempang mengalami kezoliman yang dilakukan pengusaha tanpa menghiraukan hak-hak dasar kami sebagai warga tempatan. Perlakuan yang sama dialami oleh Sdr Megat Rury Afriansyah, salah satu saudagar Melayu yang telah berbuat untuk kemajuan pariwisata, yang juga dizolimi oleh pengusaha tanpa menghargai hak-hak dasarnya,” kata Siti Hawa alias Nek Awe, kepada wartawan di Batam, 11/6/2025.
Nek Awe berkisah, dirinya dan warga Rempang, khususnya di Sembulang, telah lebih dua tahun terintimidasi di tanahnya sendiri. ”Hak-hak dasar kami tidak dilindungi oleh pemerintah, bahkan warga dipecah-belah, dan pemerintah sejak tahun 2002 telah menghilangkan hak kami untuk mengurus surat-surat tanah agar pengusaha dengan mudah memaksa kami direlokasi. Begitu juga yang dialami oleh Megat Rury Afriansyah, yang memiliki aset ratusan miliar rupiah, dirobohkan tanpa dasar hukum, sehingga tak dapat lagi melanjutkan usaha perhotelan yang diwariskan oleh orangtuanya,” ucap Nek Awe.
Beberapa waktu lalu, Nek Awe bersama Abu Bakar (54) dan Sani Rio (37) diperiksa beberapa kali di Polresta Barelang. Buntutnya kemudian Nek Awe dan kawan-kawannya dijadikan tersangka pada 17 Januari 2025. Mereka ditersangkakan berdasarkan laporan polisi nomor LP-B666/XII/2024/SPKT/Polresta Barelang oleh karyawan PT Makmur Elok Graha (MEG). Mereka dituduh melakukan pidana Perampasan Kemerdekaan Orang Lain sesuai Pasal 333 KUHP.
Supriardoyo Simanjuntak, Direktur LBH Mawar Saron Batam, lembaga yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, mengatakan warga dengan lugas menjelaskan bagaimana posisi mereka saat kejadian. Mereka menjelaskan kronologi sesuai dengan apa yang ditanyakan oleh penyidik selama proses pemeriksaan dari sekitar pukul 13.15 WIB sampai pukul 17.30 WIB.
Modus yang sama juga dilakukan terhadap Rury Afriansyah, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penipuan dan penggelapan dengan materi aduan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara Rury Afriansyah sebagai Direktur PT DTL dengan Ted Sioeng sebagai calon pembeli saham Hotel Purajaya.
Ted Sioeng, 14 September 2021 melaporkan Rury Afriansyah sebagai Direktur PT DTL ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri) tentang dugaan peristiwa Tindak Pidana Penipuan/Perbuatan Curang/dan/atau Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP yang terjadi sekiranya ada tanggal 28 Agustus 2019 berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP) nomor: STTL/365/IX/2021/BARESKRIM.
Dalam tanggal yang sama, yakni 14 September 2021 terbit Laporan Polisi Nomor: LP/B/0549/IX/2021/Bareskrim atas nama pelapor Ted Sioeng yang melaporkan Direktur PT DTL Rury Afriansyah terkait dugaan peristiwa Tindak Pidana Penipuan/Perbuatan Curang/dan/atau Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dikarenakan Pengalokasian lahan milik PT Dani Tasha Lestari di cabut oleh BP Batam.
Beberapa waktu setelah peristiwa itu, Rio Capella (pengacara Jakarta/mantan Sekjen Partai NasDem) mengirimkan pesan hasil tangkapan layar (screen shot) kepada Rury Afriansyah. Dalam screen shot ada ancaman: ”Om….saran saya….Rury buru-buru cabut gugatan ini Om, dari pada MISKIN SEUMUR HIDUP,” tulis screen shot yang diteruskan Rio Capella kepada Rury. Rio Capella merupakan mantan Sekjen Partai NasDem yang sempat menjalani hukuman penjara dalam kasus suap mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Keluar dari penjara, Rio Capella berprofesi sebagai pengacara, tetapi masih dekat dengan para pimpinan Partai NasDem.
Bahkan dalam sebuah kesempatan, Rio Capella memberi saran dan solusi terhadap masalah yang dihadapi Rury Afriansyah. Solusinya, antara lain: Meminta pengembalian Rp25 miliar dan dititip ke notaris Anli. Setelah dana dikembalikan, para pihak yang menandatangani PPJB di notaris itu membatalkan PPJB yang dibuat pada 28 Agustus 2019. Akta pembatalan disarankan Rio Capella diserahkan kepada penyidik Mabes Polri, dan disarankan kuasa hukum menerima kuasa dari Rury Afriansyah sebagai terlapor, bukan dari PT DTL.
Dengan adanya komitmen dari pihak Rury Afriansyah untuk membatalkan PPJB, menurut Rio Capella, Ted Sioeng akan mencabut laporan di Mabes Polri dan Rury Afriansyah akan bisa bebas dari status tersangka serta bebas dari ancaman penjara. ”Saya sudah pernah dengan terpaksa ke Jakarta, membawa koper berisi pakaian untuk saya gunakan di tahanan Mabes Polri. Pengalaman yang sangat menyiksa saya karena mempertahankan hak-hak kami di Hotel Pura Jaya,” ujar Rury Afriansyah kepada media ini.
Konspirasi dan intimidasi itu yang membuat Rury Afriansyah kembali melaporkan Ted Sioeng sebagai pembuka jalan untuk mengungkap rangkaian kospirasi dan intimidasi dalam mempertahankan hak PT DTL atas tanah dan bangunan Hotel Pura Jaya. Hingga sekarang, PT DTL masih terus berharap akan mendapatkan keadilan atas raibnya aset dan kesempatan mengelola hotel bernilai Rp400 miliar jika dihitung per hari ini. Ketika berita ini dirilis pada 2 Desember 2024, media masih menunggu konfirmasi dari Hanoeng Soeryo, Rio Capella, Zudy Fardy, Muhammad Rudi dan Ted Sioeng. Namun 7 bulan kemudian, hingga sekarang tidak ada satu pun sanggahan dari oknum-oknum yang disebutkan di atas.
Reporter :Redaksi