Pikiranrakyatnusantara.com – Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86) menilai penertiban reklame yang gencar dilakukan Amsakar-Claudia belakangan ini hanya alibi, ada dugaan bakal vendor pemain baru. Pembongkaran bangunan reklame bukan hanya menyasar mereka yang tanpa ijin, tapi semua reklame yang ada.
“Penertiban reklame ini patut dipertanyakan, karena bukan hanya yang tanpa ijin tapi semua tersasar. Hampir bersih semua reklame di Kota Batam. Padahal mereka membangun itu dengan investasi yang tidak sedikit,” kata Cak Ta’in kepada media Minggu (6/7).
Menurut Cak Ta’in, pembongkaran bangunan reklame itu disinyalir ditumpangi kepentingan bisnis baru yang mau menguasai bisnis periklanan di Kota Batam. Sementara pembongkaran bangunan reklame yang terjadi saat ini membunuh puluhan pengusaha dan ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan. Rencana digitalisasi reklame diyakini bakal menimbulkan masalah baru, yakni ribuan orang kehilangan pekerjaan dan usaha reklame serta percetakan terancam bangkrut semua.
“Pertanyaannya, apakah titik-titik reklame yang dirobohkan itu tidak akan didirikan lagi bangunan reklame baru? Sebab penertiban itu seperti bukan hanya menyasar reklame ilegal dan tidak berijin, tapi semuanya. Berapa banyak kerugian pengusaha akibat penertiban ini? Apakah sudah diperhitungkan?” jelasnya.
Cak Ta’in mempertanyakan parameter kota baru yang menjadi referensi Amsakar-Claudia sebagai Batam Maju yang selama ini dieluh-eluhkan mereka. “Belum ada satu kotapun di Indonesia yang tidak ada bangunan reklame, termasuk di ibukota,” ujarnya.
Lebih lanjut Cak Ta’in menekankan, seharusnya Amsakar-Claudia lebih fokus pada persoalan masyarakat yang jauh lebih urgen, seperti penanganan banjir yang terjadi setiap kali turun hujan, penanganan sampah yang tidak beres sampai saat ini, termasuk membenahi pengelolaan kebutuhan air bersih. Selain membenahi sistem administrasi kependudukan yang masih amburadul dengan janji digitalisasi yang belum terwujud sampai saat ini.
“Membabat habis bangunan reklame itu mudah, karena urusannya dengan Pengusaha yang dibuat tidak berdaya tidak bisa melakukan protes. Bahkan ketika dirugikan akibat kebijakan itu sendiri malas untuk melakukan gugatan misalnya, karena jelas menimbulkan biaya baru dan belum tentu berhasil, ” urainya.
Penertiban terhadap bangunan reklame yang tidak berijin, lanjut Cak Ta’in, dinilainya memang wajib dilakukan. Tetapi selama ini pemilik bangunan itu umumnya para politisi itu sendiri. Dengan tanpa perijinan resmi tentu menimbulkan potensi loss pendapatan daerah dari sektor reklame. Namun ketika penertiban menyasar semua bisnis reklame itu diyakini menciptakan masalah baru, terutama membunuh industri percetakan dan menambah angka pengangguran.
“Kan percuma juga menertibkan reklame, kalau setiap hujan turun terjadi banjir. Itu seharusnya yang menjadi skala prioritas. Baru menata kota lebih rapi, teratur dan indah. Mau sebaik apapun dibangun tata kota kalau gak mampu beresin soal banjir, tetap saja akan membuat perspektif negatif terhadap kepemimpinan saat ini,” pungkasnya.
Reporter : Redaksi