Pikiranrakyatnusantara.com – 16 Juli 2025.Komisi VI DPR RI mitra Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP Batam), turun ke Batam untuk mengevaluasi Tata Kelola Lahan dan Tata Ruang Batam. Direksi PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik dan pengelola Hotel Purajaya, korban pencabutan alokasi lahan, berharap Panitia Kerja (Panja) mampu menertibkan alokasi lahan sebagai pintu masuk pemberantasan mafia lahan.
Dalam sebuah flyer, Komisi VI DPR RI menyelenggarakan acara bertajuk: ”Warga Batam, suaramu didengar. Hadiri Forum Pengaduan Tata Kelola Lahan dan Tata Ruang Batam Bersama Komisi VI DPR RI. Punya keluhan atau aspirasi terkait tata kelola lahan dan tata ruang di Batam? Ini kesempatanmu untuk menyampaikan langsung kepada Tim Panja BP Batam dari Komisi VI DPR RI.”
Forum Pengaduan itu diselenggarakan pada Jumat, 18 Juli 2025 pukul 09.00 s.d 11.00 WIB di Ballroom Marriott Batam, Harbour Bay Downtown Jl Duyung Sungai Jodoh, Kecamatan Batuampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Dalam kesempatan itu, Komisi VI DPR RI memberi catatan: (1) Setiap pengaduan diwakili maksimal 2 orang, lebih dahulu mengirim pesan di WhatsApp untuk dibuatkan daftar pengadu dengan masing-masing 10 menut per pengadu.
Menanggapi Program Evaluasi Tata Kelola yang dilaksanakan oleh Komisi VI DPR RI, Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, mengatakan kesempatan menjaring masalah tata kelola lahan wakil rakyat itu diharapkan dapat menuntaskan semrawutnya alokasi lahan di Pulau Batam. Puluhan pengusaha telah menyampaikan keluhan kepada Komisi VI DPR RI menjadi korban pencabutan alokasi lahan yang berdampak merugikan investasi dari dalam dan luar negeri.
”Komisi VI DPR RI telah membentuk Panitia Kerja untuk mengevaluasi tata kelola pertanahan di Pulau Batam. Beberapa bulan lalu kami telah mengikuti RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum), akibat pencabutan lahan Hotel Purajaya, yang berujung pada perobohan hotel. Akibat pengelolaan lahan yang tidak mengindahkan kepentingan investor tersebut, telah membuat ketakutan para pengusaha di Batam,” kata Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, kepada wartawan di Batam.
Mafia Lahan
Kasus mafia lahan semakin marak di Batam, namun penyelesaian kasus lahan PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik dan pengelola Hotel Purajaya yang telah dirobohkan oeh PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) pada 21 Juni 2023, masih terabaikan. Pengamat Hukum Pertanahan, Hendri Firdaus, SH, menyebut mafia lahan marak terjadi, termasuk di Batam, karena tidak memperhatikan aspek hukum.
”Telah berkali-kali kami sampaikan, bahwa pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) yang lama, memiliki prioritas dalam memperpanjang HGB dengan toleransi keterlambatan hingga 2 tahun, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. Dalam kasus Hotel Purajaya, Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di tangan BP (Badan Pengusahaan) Batam, BP Batam adalah pengelola yang tunduk pada peraturan tersebut,” kata Hendri Firdaus, SH, saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Dalam kesempat terpisah, menurut Hendri Firdaus, pemilik bangunan gedung hotel Pura Jaya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, (saat dinyatakan masa sewa telah berakhir) masih memiliki hak prioritas yang tidak dibatasi oleh waktu. Hak prioritas itu antara lain untuk memperpanjang sewa tanah (UWT-Uang Wajib Tahunan) yang diperkuat oleh Sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan).
Komisaris Utama PT Pasifik Estatindo Perkasa, Bobie Jayanto, diyakini salah satu pihak yang bertanggungjawab dalam perobohan Hotel Purajaya, Juni 2023. Dia bersama Direktur PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) merupakan otak perobohan Hotel Purajaya yang kini dinilai merugikan PT DTL sebesar Rp922 miliar.
Hingga berita ini dipublikasi, otak pelaku perobohan Hotel & Resort Purajaya, Nongsa, yang dieksekusi pada 21 Juni 2023 dan telah mengarah pada dua figur, yakni Direktur PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP), Jenni, dan Komisaris Utama PT PEP Bobie Jayanto, hingga kini belum diperiksa. PT Dani Tasha Lestari (DTL) sebagai korban atas perobohan Hotel Purajaya miliknya, meminta polisi segera menangkap otak pelaku perobohan yang mengakibatkan kerugian Rp922 miliar.
”Kami berharap aparat Kepolisian RI segera dapat memproses (Jenni dan Bobie Jayanto) serta menetapkan status hukum aktor utama perobohan Hotel dan Resort Purajaya yang mengakibatkan suramnya iklim investasi di Batam, terutama karena menimbulkan pesimistis di kalangan pengusaha Melayu, pengusaha yang berniat membangun negerinya sendiri,” kata Kuasa Hukum PT DTL, Hermanto Manurung.
Harapan agar aparat penegak hukum memproses Jenni dan Bobie Jayanto, merupakan reaksi dari pihak PT DTL atas perkembangan hukum yang sedang dijalankan lewat Polda Kepri dan Mabes Polri. ”Sejak lama kami sudah mengetahui adanya kekuatan besar yang hendak melemahkan para pengusaha, khususnya dari kalangan Melayu. Melalui proses terhadap PT Pasifik Estatindo Perkasa, sebagai inisiator perobohan hotel, maka sindikat pengusaha anti pengusaha tempatan ini dapat dicegah,” ujar seorang staf PT DTL.
Dalam penelusuran media ini, Surat Perintah Kerja Nomor PEP-002/VI.223 ditanda-tangani Direktur PT PEP, Jenni pada 14 Juni 2023. Surat Perintah itu dibahas dan didukung oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam beberapa kali pertemuan. Pada akhirnya, BP Batam memerintahkan Tim Terpadu yang terdiri dari Satpol PP Kota Batam, Direktorat Pengamanan BP Batam, Polisi, TNI, sebanyak 500 orang lebih untuk melindungi aksi perobohan.
Reporter : Redaksi