banner 728x250
Berita  

Komisi VI ‘Lepas Tangan’ Soal Purajaya dan Pelabuhan Batam Center

Komisaris PT DTL DPR Harus Buat UU Tata Kelola Pertanahan di FTZ Batam

banner 120x600
banner 468x60
Spread the love

Pikiranrakyatnusantara.com –  17 Juli 2025,Komisi VI DPR RI dalam program evaluasi tata kelola pertanahan dan tata ruang di Pulau Batam, terkait dengan Hotel Purajaya dan Pelabuhan Batam Center, akhirnya lepas tangan. Mitra kerja Badan Pengusahaan Kawasan Pedagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam itu hanya dapat menunggu putusan inkracht atas kasus sengketa antara PT Sinergy Tharada vs BP Batam, serta Hotel Purajaya vs BP Batam.

Di sisi lain, Komisaris PT Dani Tasha Lestari (DTL), Zukriansyah, kecewa dengan respon Komisi VI yang sebelumnya bertekad akan melakukan evaluasi tata kelola lahan, tetapi akhirnya hanya menunggu putusan inkracht pengadilan. Dia mengusulkan agar DPR RI membuat UU Tata Kelola Pertanahan khusus untuk BP Batam, agar memberi kepastian pada penyewa dan investor.

banner 325x300

”Penyelesaian pengambil-alihan aset di pelabuhan Batam Center serta perobohan Hotel Purajaya, kan, sudah masuk dalam ranah hukum. Masalah Pelabuhan Batam Center sudah di Mahkamah Agung, sementara masalah perobohan Hotel Purajaya masih sedang berjalan di pengadilan. Kita tunggu saja apa putusannya sampai inkracht,” kata Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, kepada wartawan di Batam, Kamis, 17/7/2025.

”Masalah perobohan Hotel Purajaya adalah permasalahan masa lalu. Kami telah berkomunikasi dengan BP Batam, mereka sedang menunggu keputusan inkrach dari pengadilan. Satu sudah sedang berada di MA, dan kita menunggu proses hukum Hotel Purajaya yang saat ini sedang berlangsung di pengadilan. Kami ini ke sini (Batam) hanya untuk menampung permasalahan. Bukan Purajaya saja,” tegas Andre Rosiade.

Mengenai tata kelola tanah di Pulau Batam, menurut Andre Rosiade, pihaknya sedang menunggu kebijakan yang dilakukan Kepala BP Batam Amsakar Achmad. ”Kita tunggu kepemimpinan Amsakar dan Li Claudia, kami sedang Batam Center terus berkomunikasi dengan BP Batam sambil menunggu soal hasil Keputusan MA, karena ini sudah masuk ke ranah hukum,” katanya.

Pernyataan Andre Rosiade bertolak belakang dengan pernyataannya ketika berhadapan dengan pimpinan dan Kuasa Hukum PT DTL saat melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada 4 Februari 2025. Dalam RDPU itu, Andre Rosiade bersama Komisi VI geram melihat tata kelola pertanahan yang dibuat oleh BP Batam, sehingga lembaga itu dipanggil pada kesempatan selanjutnya.

Rekomendasi Komisi VI DPR RI pada saat RDPU dengan pemilik Hotel Purajaya, menyebut: (1) Komisi VI DPR RI akan mengkaji apakah kebijakan BP Batam yang melakukan pencabutan Lahan PT Dani Tasha Lestari sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku; (2) Megevalasi kebijakan pengelolaan lahan yang dilakukan Oleh BP Batam, dan akan mengundang BP Batam untuk menjelaskan persoalan berkaitan dengan alokasi lahan ersama 7 perusahaan yang telah menyampaikan masalah alokasi lahan kepada Komisi VI DPR RI.

Kena Prank Komisi VI dan BP Batam

Komisaris PT DTL, Zukriansyah alias JJ, menyebut pihaknya hanya ‘kena prank’ Komisi VI dan BP Batam. ”Aset keluarga kami yang main seenaknya dirobohkan. Kami pada tahun 2019 siap membayar denda atas keterlambatan, tapi hanya ‘kena prank’ sama BP Batam cq Deputi Kepala BP Batam, Sudirman Saad. Penalty tertinggi dari tata sewa menyewa tanah dengan negara itu adalah denda bukan perobohan,” ucapnya.

Yuris prudensi hukum atas pencabutan lahan, kata JJ, jelas ada yang dijadikan contoh dengan baik oleh pemerintah pusat. Misalnya, kasus Hotel Sultan Jakarta. ”Ex officio tidak masalah berlaku di Batam, namun kebesaran hati dan rasa negarawan harus didepan Paska Pilkada. ”Tidak boleh larut dengan sentimentil pilkada yang akhirnya mengarah pada manajemen ‘melankolis, sebagai Ex Officio Kepala BP Batam. Kasus ini menjadi hanya sekadar like and dislike,” ujar Zukriansyah.

”Para anggota Komisi VI DPR RI yang terhormat, untuk mencegah terjadinya peristiwa yang telah terjadi di Batamm seperti kasus Pelabuhan Batam Centre, kasus Hotel Purajaya dan lain-lain. Sebagai warga Batam saya meminta dibuatkan satu undang undang yg kuat dan mengikat untuk semua warga batam tanpa terkecuali tentang sewa menyewa tanah di batam ini,” ujarnya.

Agar siapapun yang akan menjadi ex officio, kata Zukriansyah, hak melanjutkan atau memeperpanjang sewa menyewa tanah benar benar berada di tatanan hukum tertinggi dan tidak dapat didalih-dalihkan dengan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam saja. ”Sebab Perka BP Batam setiap saat bisa diubah dan diperbaharui sesuai dengan perubahan pimpinan di BP Batam. Semoga permintaan ini jadi attensi utama bagi para anggota Komisi VI yang terhormat,” katanya.

”Bagaimana dengan hak saya dan keluarga saya yang dengan seenak-enaknya dirobohkan atas surat perintah perusahaan yang kerja sama dengan Kepala BP Batam. Perusahaan yang memerintahkan perobohan hotel kami sepertinya merupakan perusahaan yang sangat tinggi dan diutamakan. Permasalahan yang ada di Batam mengenai lahan, seperti anak berlian bagi BP Batam di masa lalu, entahlah masa yang akan datang; Apakah sama atau tidak, itu perusahaan menjadi anak berlian BP Batam.”

 

Reporter :Redaksi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *