banner 728x250

LSM KANE Malut Minta Mahkama Agung, Hentikan Aktifitas Kerja PT. Harita Group di Pulau Obi, di Atas Lahan Sengketa sebelum ada Putusan Pengadilan

banner 120x600
banner 468x60
Spread the love

Pikiranrakyatnusantara.com – Lembaga Swadaya Masyarakat Kalesang Anak Negeri (LSM KANE) Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Labuha pada Senin, 21 Juli 2025. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk desakan dan peringatan keras terhadap aparat pengadilan agar bersikap profesional dan menjunjung tinggi keadilan dalam perkara wanprestasi antara keluarga Arif La Awa melawan perusahaan PT. Trimegah Bangun Persada (anak perusahaan Harita Group).

 

banner 325x300

Dalam orasinya, Ketua LSM KANE Malut, Risal Sangadji, menyampaikan kekecewaannya atas sikap tergugat, Harita Group, yang dinilai tidak kooperatif selama proses persidangan. Ia menegaskan bahwa tergugat, yang diwakili oleh Hasto Tegu Koncoro, tercatat tiga kali absen dalam sidang dan hanya satu kali hadir secara daring melalui Zoom.

 

“Ini bukan hanya bentuk ketidakpatuhan terhadap hukum, tapi juga pelecehan terhadap proses peradilan dan perjuangan penggugat mencari keadilan,” tegas Risal.

 

Perkara ini bermula dari gugatan wanprestasi yang diajukan keluarga Arif La Awa. Mereka menuding perusahaan Harita Group mengingkari perjanjian tertulis yang disepakati pada 31 Agustus tahun lalu di Kantor Cabang Harita Group, Desa Tembal, Bacan Selatan, pukul 05.00 WIT. Dalam perjanjian tersebut, tanah seluas 18 hektar telah dibayar oleh perusahaan sebesar Rp2 miliar.

 

Namun menurut pihak penggugat, Harita Group belum memenuhi beberapa poin kesepakatan penting, antara lain pemberian peluang kerja kepada keluarga penggugat dalam bentuk :

 

– Penyediaan logistik makanan dan minuman (sembako),

– Jasa servis elektronik (AC),

– Penangana Jasa Transportasi laut di lingkup Perusahan

– Kegiatan kontraktor internal di lingkungan perusahaan.

 

Padahal, dalam perjanjian disebutkan peluang usaha itu seharusnya diberikan dalam jangka waktu tujuh hari hingga satu bulan setelah penandatanganan. Namun hingga kini, lebih dari satu tahun berlalu, tidak ada realisasi maupun itikad baik dari perusahaan.

 

Risal juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran etika yang dilakukan pihak tergugat dengan mencoba melakukan pendekatan tidak layak terhadap aparat peradilan. Ia menyebut hal ini sebagai indikasi adanya konspirasi antara korporasi besar dan oknum lembaga peradilan.

 

“Jika ada konspirasi antara Harita Group dan oknum pengadilan, kami tidak akan tinggal diam. LSM KANE siap menggerakkan massa lebih besar dan melibatkan elemen sipil lainnya,” ancamnya.

 

Secara hukum, ketidakhadiran tergugat dalam sidang membuka kemungkinan putusan verstek, sebagaimana diatur dalam :

 

– Pasal 153 HIR, yang menyatakan bahwa tergugat yang tidak hadir tanpa alasan sah dapat dijatuhi putusan secara verstek,

 

– Perma No. 1 Tahun 2014 Pasal 17, yang memberi kewenangan pengadilan memutus perkara secara default jika tergugat telah dipanggil secara sah dan tetap mangkir.

 

Dalam perkara ini, diketahui bahwa pemanggilan telah dilakukan secara sah. Maka, absennya tergugat dapat menjadi dasar hukum yang kuat bagi pengadilan untuk tetap melanjutkan proses dan memberikan putusan final yang mengikat.

 

LSM KANE mengingatkan agar Pengadilan Negeri Labuha tidak bermain api dengan hukum dan tetap menjunjung tinggi keadilan, bukan tunduk pada kekuatan modal.

 

“Jangan main-main dengan hukum. Negara ini tidak boleh tunduk pada kapitalisme yang merampas hak rakyat kecil,” ujar Risal.

 

Pihaknya juga mendesak agar Mahkamah Agung RI segera menghentikan seluruh aktivitas perusahaan Harita Group di lahan sengketa, selama perkara ini masih dalam proses hukum.

 

“Kami meminta Mahkamah Agung menghentikan seluruh kegiatan kerja Harita Group di atas lahan yang masih dalam proses pengadilan. Hormati hukum dan keadilan rakyat,” tegasnya menutup orasi.

 

Hingga berita ini diturunkan, pihak Harita Group belum memberikan pernyataan resmi terkait gugatan wanprestasi tersebut maupun ketidakhadiran mereka dalam sidang yang telah dijadwalkan beberapa kali.

 

Sementara itu, pihak keluarga Arif La Awa berharap agar lembaga peradilan dapat bersikap adil dan memberi putusan yang berpihak pada masyarakat kecil yang selama ini merasa dirugikan oleh dominasi perusahaan besar atas tanah leluhur mereka.

Reporter : Redaksi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *