banner 728x250

BP Batam dan Halusinasi Pertumbuhan Ekonomi

banner 120x600
banner 468x60
Spread the love

Penulis: Monica Nathan

Pikiranrakyatnusantara.com – Setiap kali Batam disebut, imajinasi pemerintah langsung melayang ke Singapura. Visi kota dagang dunia, jalur emas Selat Malaka, PDRB tinggi, investor antre. Memang luar biasa. Tapi kita lupa satu hal: moral kita bukan moral Singapura.

banner 325x300

Korupsi? Masih jadi bahan bakar utama. Mafia lahan? Menjadi pengarah orkestra. Investor? Lebih mirip broker yang tebar janji palsu ketimbang bawa modal.

BP Batam tetap percaya diri. Seperti orang kena demam tinggi yang merasa sedang lari maraton.

Pertumbuhan di Atas Pasir – Benar-Benar Pasir

Teluk Tering direklamasi seperti main lego. Ada indikasi pulau-pulau kecil di sekitar Batam disatukan karena BP Batam kehabisan daratan. Lihat Pulau Nipah yang berstatus Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sinyal sudah jadi target investasi besar. Area berebut izin dan peluang korupsi agar statusnya benar-benar diurus dengan transparan.

Kajian lingkungan? Mungkin disimpan di lemari yang kuncinya dibuang. Singapura melakukan reklamasi dengan material laut yang diperhitungkan. Kita? Kadang tanah darat, kadang entah apa. Bukti banjir dimana-mana. Tapi tetap disebut “ramah lingkungan”.

“Kalau laju reklamasi seperti ini, jangan-jangan 25 tahun lagi Batam bukan meniru Singapura, tapi tenggelam lebih dulu.”, kata Megat Rurry Afriansyah, tokoh Melayu yang juga pemilik Hotel Purajaya yang dirobohkan.

Politik Panik, Ekonomi Mangkrak

Investor datang, tapi kebanyakan membawa MoU, bukan modal. Kadin melaporkan triliunan rupiah investasi—padahal berbasis janji, bukan realisasi. Proyek besar sering berhenti di tengah jalan. Tapi BP Batam tetap berani memamerkan pertumbuhan.

Data resmi: PDRB Batam 2023 hanya Rp 216 triliun dengan pertumbuhan 6,8 %, PDRB per kapita Rp 172 juta. Angka yang bagus di kertas, tapi tidak terasa di dapur nelayan dan warung pesisir.

Statistik pertumbuhan memang ada, tapi angka-angka tinggi itu seringkali lebih banyak didorong oleh investasi yang berhenti di MoU, bukan yang dieksekusi sampai selesai. Ini relevan sekali kalau dikaitkan dengan proyek mangkrak dan perobohan Purajaya.

Purbaya Datang Mau Jadi Pahlawan, Duit Hilang

Sekarang Purbaya masuk dengan gaya koboi, janji manis soal ekonomi hijau dan industri besar. Uang miliaran rupiah disebut akan mengalir. Tapi yang kebagian? Ya pengusaha besar itu-itu saja. Rakyat pesisir? Paling hanya dapat debu reklamasi dan bau solar.

Kita lihat saja.

BP Batam: Landlord Tanpa Land

BP Batam senang menyebut diri sebagai “landlord”. Tapi faktanya, mereka tidak punya cukup lahan. Solusinya? Buka pulau baru lewat reklamasi. Atau “main ke pulau”, pasang plang otorita diam-diam diakuisisi. Sambil tetap berbicara tentang “pengelolaan aset strategis”. Memang aset nenek moyang siapa.

Pertemuan Tanpa Isi

Kunjungan ada. Sana sini. Bahkan ada yang ceritanya berbincang dengan tokoh masyarakat. ”Seharusnya pertemuan diskusi digelar: pengusaha, praktisi hukum, pejabat pusat. Semua membahas sinkronisasi kebijakan dengan Jakarta. Kalau direncanakan dengan strategi pembangunan dan niat yang benar pasti ada hasilnya. Tapi pertemuan seperti ini tidak pernah ada,” tegas Rurry.

Jakarta, Menko Perekonomian, Komisi VI—harusnya jadi pengarah. Nyatanya lebih sering jadi tamu kehormatan yang hanya mendengarkan. Sekedar catatan sudah berkunjung. KPI cukup itu.

Singapura KW 50 Tahun Lagi

Rempang–Galang sempat digoda jadi kabupaten baru. Warga muak dengan regulasi dan permainan kotor BP Batam. Tapi mimpi Batam menjadi Singapura? Bahkan 50 tahun lagi pun sulit. Singapura dibangun di atas disiplin, integritas, dan penegakan hukum. Kita? Masih terkesima dengan kesaktian wakil. Masih berdebat soal siapa mafia lahan berikutnya.

Kesimpulan: Pertumbuhan Versi Halusinasi

Batam memang strategis: Selat Malaka dilintasi perdagangan senilai lebih dari USD 168 miliar per tahun (data UNCTAD). Potensi luar biasa.

Tapi pertumbuhan ekonomi sejati tidak lahir dari MoU, angka PDRB kembang-kempis, atau presentasi investor yang lebih mirip pertunjukan.

BP Batam silahkan berhalusinasi untuk membuat Singapura berikutnya. Dengan korupsi, mafia lahan, dan politik akrobatik tetap jadi tulang punggung. Batam hanya akan menjadi komedi yang tidak lucu dengan rakyat sebagai penonton diminta bayar mahal.

Profil penulis: Monica Nathan, konsultan di bidang teknologi informasi. Hidup di dunia modern, tapi hatinya selalu kembali pada akar: Melayu dan Indonesia.

Reporter : Redaksi

Editor      : Dedek.W

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *