banner 728x250

Kasus Purajaya: Kejahatan Menghapus Histori Pengusaha Melayu Pribumi di Kepri Bukti Pemerintah Takluk di Bawah Mafia Tanah

banner 120x600
banner 468x60
Spread the love

Jakarta,pikiranrakyatnusantara.com –  Rabu 15 Oktober 2025.Peristiwa perobohan hotel Purajaya di Batam yang notabenenya adalah hotel penuh historis dalam perjuangan Provinsi Kepulauan Riau milik pengusaha Melayu pribumi, menurut tokoh Melayu Kepri di Jakarta, merupakan upaya menghilangkan jejak pengusaha Melayu di Kepulauan Riau. Tetapi sangat disayangkan, pemerintah tidak dapat bertindak tegas terhadap pelaku yang dapat digolongkan sebagai kejahatan serius.

banner 325x300

”Saya tidak kenal dekat dengan pemilik Hotel Purajaya Ir H Zulkarnaen Kadir, tetapi saya tahu pasti hotelnya dipakai untuk kegiatan perjuangan pembentukan Provinsi Kepri. Saya pernah ikut ngumpul di hotel tersebut. Saya sangat terkesan dengan tiang-tiang interior hotelnya yg terbuat dari batang kelapa dicat hitam. Selebihnya saya tidak tahu banyak karena saya domisili Jakarta,” kata seorang tokoh Melayu di Jakarta, Ir Nazar Machmud, dalam sebuah perbincangan dengan wartawan, Rabu, 15/10/2025.

Di Hotel Purajaya, kata Nazar Macmud, pernah pemimpin negeri ini, yang mulia H Abdurrahman Wahid (Gusdur), merajut kedekatan dengan masyarakat Melayu Kepri. Melayu Kepri yang dulu dikenal sebagai Riau-Lingga, merupakan pusat dari peradaban Melayu, sehingga masyarakat mengenal Bahasa Melayu yang kemudian menjadi Bahasa Indonesia, serta ada aksara Arab Melayu (Armel) yang menjadi ilmu baca tulis kearifan lokal.

”Hotel (Purajaya) ini digunakan oleh para tokoh perjuangan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, dimana informasi yang saya ketahui pemilik hotel adalah Ir H Zulkarnain Kadir. Beliau juga menjadi donatur utama dalam perjuangan pembentukan provinsi Kepri saat itu.” tutur Nazar Machmud. Berdasarkan historis itu, dia menilai pencabutan hak atas penggunaan tanah oleh pengusaha Melayu Pribumi, hingga perobohan hotel, merupakan tindakan menenggelamkan sejarah.

”Saya sangat mendukung artikel maupun berita-berita serta tulisan yang mendesak pemerintah memberi keadilan terhadap perjuangan pemilik Hotel Purajaya untuk mendapatkan keadilan,” ujar Nazar Machmud. Saat ini, kata Nazar Machmud, pihaknya sedang menyelesaikan penulisan buku sejarah. Fakta ironis yang dialami oleh Hotel Purajaya menjadi perhatian Utama para tokoh Melayu Kepri.

”Selain ditulis di media online, (artikel/berita/tulisan tentang Hotel Purajaya) kirimkan juga ke Tim Penulis Sejarah Pembentukan Provinsi Kepri, secara khusus ke Ketua Tim Prof A Malik dan tembusan kepada salah satu Anggota Tim (sedang disusun) yang dikenal baik dan jujur. Penulisan Sejarah tersebut diinisiasi oleh Huzrin Hood dan Sudirman Almon sebagai Ketum dan Sekretaris dan Bendahara BP3KR,” kata Nazar Machmud.

Sekilas Mengenai Nazar Machmud

Keberadaan Nazar Machmud diakui oleh para pejuang Provinsi Kepulauan Riau dan para tokoh pejuang Kepri mengakuinya. ”Mereka (para tokoh pejuang Provinsi Kepri) sempat mengatakan: ‘Kalau Angkatan 66 sudah ikut, jadilah Provinsi Kepulauan Riau.”’ katanya. Para pejuang pergerakan Provinsi Kepri mengenal Nazar Machmud sangat dekat karena pada 1966 Nazar memimpin dan menginspirasi tim pejuang sehingga masyarakat Pekanbaru bangkit bergerak dan Gubernur serta Pepelrada (Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah) Riau dicopot lalu meninggalkan Pekanbaru,” tulisnya melalui pesan tertulis.

Riau bebas dari isolasi keluar dan masuk arus infornasi, kata Nazar Machmud, serta anggota PKI beserta oknum aparat setempat tidak bisa lagi bebas mengintimidasi pimpinan Front Pancasila Riau. Sebanyak 50 tokoh masyarakat ditangkap dan dipenjarakan selama satu minggu kecuali 3 orang selama 3 bulan yakni Dt Wan Abdurrahman/Wakil Gubernur, T Rashmi Saleh/mahasiswa Kedokteran Unand yang jadi wartawan PAB. M Nazar Machmud, yang seorang mahasiswa ITB dibebaskan setelah Koanda Sum di Medan bertindak, yakni Jenderal Mokoginta.

Sayangnya dalam banyak pengungkapan sejarah perjuangan pembentukan Provinsi Kepri, Sdr Huzrin Hood dan Sudirman Almon tidak pernah mengangkat peran Jakarta dan saya khususnya, sebelum mereka berangkat ke Jakarta dua kali. ”Berdasarkan kenyataan yang sangat mengecewakan tersebut, saya terpangil untuk menulis secara objektif dan apa adanya sepanjang yang saya ketahui dan alami saja,” tutur Nazar Machmud.

”Niatnya, supaya generasi masa depan tidak dicekoki oleh sejarah pembentukan Provinsi Kepri yang berwatak subjektif, penonjolan egosentris, serta ada unsur manipulatif. Sebenarnya secara rinci telah saya tulis di buku saya MORE THAN BATAM sebanyak 43 halaman khusus terkait pengalaman perjuangan pembentukan Provinsi Kepri, dari tebal buku 280 halaman,” jelas Nazar Machmud.

Reporter : Redaksi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *