banner 728x250
Berita  

Kesultanan Riau Lingga Sebut Kasus Purajaya Kezaliman Terhadap Bangsa Melayu,Minta DPR RI dan Pemerintah Segera Bertindak Untuk Penyelesaiannya  

banner 120x600
banner 468x60
Spread the love

Jakarta,pikiranrakyatnusantara.com – 19 Maret 2025 Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga mengeluarkan pernyataan menohok dalam kasus pencabutan lahan yang dibarengi dengan perobohan hotel dan resort Purajaya, Kota Batam, sebagai kezaliman terhadap Bangsa Melayu. Pasalnya, dari begitu banyak hotel dan resort di Pulau Batam, Purajaya satu-satunya milik saudagar Melayu, namun dicabut dan dirobohkan oleh saudagar lain dan dilindungi oleh Badan Pengusahan (BP) Batam.

 

banner 325x300

”Apa yang terjadi terhadap Purajaya, menurut saya merupakan kezoliman terhadap saudagar Melayu, atau dapat disebut kezaliman terhadap Bangsa Melayu. Hanya satu di antara sekian banyak hotel dan resort mewah di Batam, yang menjadi kebanggaan putra Melayu, tetapi itupun dicabut alokasi tanahnya dan bangunannya dihancurkan. Apa sebutan yang tepat selain kezaliman,” kata pria yang menduduki posisi Sultan dalam Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL), Tengku Armizan, kepada wartawan di Jakarta, 19/3/2025.

 

LAKRL, katanya, pada saat ini sedang memperjuangkan hak ulayat atas Pulau Batam, Rempang dan Galang, yang didasari pada dokumen kepemilikan sah. ”Perjuangan yang kami lakukan, setelah melihat banyaknya kezaliman yang dilakukan oleh oknum-oknum berkuasa, seperti BP Batam dan pengusaha, yang faktanya didukung oleh Pemerintah. Kasus Purajaya menjadi salah satu contoh zalimnya penguasa terhadap masyarakat adat, khususnya Bangsa Melayu,” ucap Tengku Armizan.

 

Jauh sebelum Indonesia merdeka, kata Tengku Armizan, Melayu di tangan Kesultanan Riau Lingga, hidup sejahtera dengan mata pencaharian sebagai nelayan, saudagar, dan bercocok tanam. Sampai pada berkembangnya industri di Pulau Batam, mulai terlihat hilangnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat adat. Menurut Tengku Arimizan, penindasan terhadap masyarakat adat semakin berat dalam satu dasawarsa terakhir.

 

”Jangan pula setelah merdeka, lalu kita mengalami kemajuan industri, malah masyarakat adat disingkirkan, dianiaya, dan dizalimi. Bagi kaum masyarakat adat yang miskin tidak punya daya untuk menyuarakan penindasan yang dialamnya. Penindasan melalui perusakan lingkungan dan penguasaan tanah. Nah, sekarang kaum saudagar yang punya modal pun dihabisi, contohnya Purajaya. Apa sebenarnya ada agenda besar hendak membinasakan Melayu dari Kepuauan Riau,” ujarna dengan geram.

 

Sebagaimana diketahui Lembaga Adat Kesultanan Riau-Lingga merupakan perwujudan tradisi dan budaya Kesutanan Riau Ligga yang berdiri sejak 1824 dari pecahan wilayah Kesultanan Johor Riau berdasarkan perjanjian Britania Raya dan Belanda. Pendirinya adalah Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah. Wilayah Kesultanan Riau Lingga meliputi seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Riau hingga sebagian kecil Indragiri Hilir. Pusat pemerintahan Kesultanan Riau Lingga awalnya berada di Tanjung Pinang, tetapi kemudian dipindahkan ke Pulau Daik Lingga, dan terakhir berpusat di Pulau Penyengat.

 

Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga secara khusus mengkaji dan menggali nilai-nilai sejarah Kesultanan Riau Lingga masa pemerintahan Sultan Abdurrahman Muazzam Syah. LAKRL bertujuan untuk menggali, membina, memelihara, mengembangkan dan mewarisi nilai-nilai luhur peninggalan Kesultanan Riau Lingga. Lembaga yang telah disahkan oleh Kemenkum HAM nomor AHU-0011077.AH.01.07.Tahun 2018 itu memiliki program penyelamatan, pemeliharan, pemanfaatan dan pengembangan aset-aset Kesultanan Riau Lingga.

 

BP Batam Bertanggungjawab

 

Sebelumya, Anggota DPD Kepri, yakni Gubernur pertama Provinsi Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah menyatakan Badan Pengusahaan (BP) Batam adalah pihak yang pertama harus bertanggung jawab dalam kasus yang menimpa PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik dan pengelola Hotel Purajaya, Nongsa, Batam. Pasalnya, keputusan untuk mencabut alokasi dari PT DTL ke perusahaan lain merupakan tindakan mematikan usaha.

 

”Saya kenal baik alm Zulkarnain, pendiri dan pengelola Hotel dan Resort Purajaya, yang sekarang dipimpin Sdr Rury Afriansyah. Mereka telah membangun hotel terbaik di masanya, dan menjadi kebanggaan putra Melayu. Tetapi, hanya karena alasan terlambat membayar uang sewa (UWT/Uang Wajib Tahunan), lalu dicabut, itu merupakan tindakan yang merusak investasi di Batam. Berapa banyak kerugian pengusaha, jika setiap keterlambatan harus mengorbankan asset berupa investasi yang telah dibangun,” kata Ismeth Abdullah, kepada media, di Batam, beberapa waktu lalu.

 

Persoalan keterlambatan membayar UWT, kata Ismeth Abdullah, adalah hal yang lumrah. Sebab BP Batam telah memiliki skema denda atas keterlambatan. Kecuali pengusaha yang menerima alokasi menyatakan tidak akan melanjutkan usahanya, BP Batam dapat mencabut. ”Waduh, berapa banyak investasi yang telah dikeluarkan untuk membangun Hotel Purajaya, bangunannya masih sangat bagus untuk dioperasikan sebagai salah satu hotel pilihan wisatawan dalam negeri dan manca negara,” ujar Ismeth Abdullah, saat bertemu dengan wartawan di Batam.

 

Gubernur pertama dan juga mantan Ketua Otorita Batam itu, geram terhadap pengelolaan BP Batam yang kini terlihat tidak memihak pada investasi. ”Aturan-aturan yang dibuat tidak seharusnya merugikan investasi. Aturan tersebut seharusnya mendukung investasi, bukan malah menghambat. Jika BP Batam berdalih telah menjalankan kebijakanna sesuai aturan, tetapi faktanya merugikan pengusaha, bukankah aturannya yang harus diperbaiki,” ucap Ismeth Abdullah yang kini duduk di kursi Anggota MPR RI dari Dewan Perwakian Daerah (DPD) Kepulauan Riau.

 

Ismeth menegaskan dirinya setuju jika PT DTL di bawah kepemimpinan Rury Afriansyah, menggugat BP Batam untuk meminta pertanggungjawaban badan pengusahaan itu terhadap kerugian yang dialami oleh PT DTL. ”Ini (tindakan pencabutan alokasi dan perobohan asset hotel Purajaya) termasuk tindakan anti investasi, dan akan mengancam keberlangsungan dunia usaha di Batam. Bagaimana pengusaha yang telah berjasa dibalas dengan perobohan asetnya, wajar saja jika warga dan pengusaha Melayu marah, saya juga kecewa mendengar tindakan tersebut,” pungkas Ismeth.

Reporter : Redaksi.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *