Pikiranrakyatnusantara com – Tokoh masyarakat Melayu Rempang, Gerisman Ahmad, menyambut gembira dibatalkannya status Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City (REC) di Sembulan dan sekitarnya, Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam. Selanjutnya tokoh adat memohon Presiden segera memberikan keputusan bijaksana untuk mengakhiri kasus pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya.
”Ini (pencabutan status PSN dari Rempang Eco City) merupakan skenario dari Allah. Kita semua telah berjuang untuk keadilan bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang telah mendiami Rempang turun-temurun. Tinggal satu lagi masalah yang merundung masyarakat adat Melayu, yakni kasus pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya,” kata Ketua Koordinator Umum Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), Gerisman Ahmad, keapada wartawan di Batam, 28/4/2025.
Pembatalan PSN Rempang, menurut Gerisman Ahmad, disambut gembira seluruh warga Rempang, khususnya Sembulang dan sekitarnya yang selama ini terancam direlokasi dari tempat kediaman mereka. Enam belas (16) kampung nelayan yang menjadi korban relokasi PT Makmur Elok Graha (MEG) dalam hasrat menguasai 17.000 hektar di Rempang, yakni: 01. Tanjung Kertang; 02. Tanjung Kelengking; 03. Rempang Cate; 04. Kelongkeng; 05. Pantai Melayu; 06. Monggak; 07. Pasir Panjang; 08. Sembulang; 09. Sungai Raya; 10. Dapur Enam; 11. Tanjung Banut; 12. Cijantung; 13. Dapur Tiga; 14. Air Lingka; 15. Galang Baru; dan 16. Pengapit.
Pembatalan PSN Rempang dipublikasi melalui sebuah video yang menampilkan pertemuan Siti Hawa atau Nenek Awe, 67 tahun, dengan Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari. Video itu menjadi viral di sejumlah media sosial pada Senin, 28/4/2025. Dalam video, Nek Awe menerima surat berisi Keputusan Presiden dari Rieke Diah Pitaloka.
”Dinyatakan oleh Bapak Presiden Prabowo, bukti di halaman 72 sampai 78 jangan ada yang ngaku-ngaku ngadi-ngadi ya, Perpres 12 nomor 2025 tantang RPJMN 2025-2029, sudah tidak ada lagi Proyek Strategis Nasional yang bernama Kawasan Rempang Eco City, dengan demikian Rempang Eco City Batal,” kata Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari. Ucapan lantang Rieke disambut hangat warga Rempang yang turut bersama Nek Awe di Komisi VI DPR RI.
Kasus Hotel Purajaya
Di sisi lain, Gerisman Ahmad mengakui pihaknya sebagai tokoh masyarakat adat Melayu masih memiliki tanggungjawab besar untuk menyelesaikan kasus pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya. ”Iya, saya dan tokoh masyarakat adat Melayu yang lain akan terus berjuang untuk menyelesaikan kasus pencaplokan tanah dan perobohan hotel Purajaya,” kata Gerisman.
Kasus Purajaya menghancurkan nama baik (marwah) Bangsa Melayu, karena Hotel Purajaya merupakan simbol pengusaha (saudagar) rumpun Melayu. ”Perjuangan memulihkan nama baik Bangsa Melayu, tidak bisa dipisahkan dari berbagai kasus yang menghancurkan eksistensi Melayu, khususnya di Batam, Rempang, dan Galang,” ucap Gerisman.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengeluarkan seruan ke Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Mabes Polri dan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Seruan itu disampaikan dalam surat bersifat penting dan segera untuk mengevaluasi pencabutan alokasi lahan yang diserta dengan perobohan bangunan dan fasilitas Hotel & Resort Purajaya, Nongsa, Batam.
Surat berisi seruan agar segera dieksekusi itu, ditanda-tangani oleh Wakil Ketua DPR RI, Prof. Dr. Ir. H. Sufmi Dasco Ahmad, SH, MH. Seruan keras itu telah diterbitkan sejak 28 Februari 2025, namun baru diterima media ini pada Senin, 7 April 2025. Dalam surat tersirat adanya bukti jaringan Mafia Tanah yang bekerja di balik pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya.
”Benar, kami telah menerima salinan surat berisi seruan agar semua lembaga penegak hukum, yakni Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Mabes Polri serta terutama BP Batam, agar melakukan evaluasi terhadap pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya. Kami masih menunggu respon dari BP Batam dan aparat penegak hukum,” kata Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, beberapa waktu lalu.
Reporter :Redaksi