banner 728x250

Warga dan Penghuni Ruko Central Park Mengamuk! Pagar Seng Kembali Berdiri di Atas Fasum dan RTH, BP Batam Dituding Langgar Aturan  

banner 120x600
banner 468x60
Spread the love

Pikiranrakyatnusantara.com – Pemasangan pagar seng oleh PT Bangun Makmur Sejati kembali memicu amarah warga Komplek Ruko Central Park, Kelurahan Tanjung Uma, Kecamatan Lubuk Baja, Jumat (27/06/2025). Warga menolak keras pembangunan yang berdiri di atas lahan yang mereka yakini merupakan fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau (RTH).

Aksi penolakan ini merupakan lanjutan dari polemik panjang yang belum menemukan titik terang. Warga menilai tindakan sepihak dari pengembang semakin memperparah keadaan.

banner 325x300

“Kami sudah sampaikan penolakan sejak awal, kenapa masih dipaksakan? Ini tanah ruang terbuka hijau, bukan area komersial,” tegas salah satu warga. Ia bahkan menyatakan warga siap membongkar paksa pagar seng jika pembangunan tetap dilanjutkan.

Pemasangan pagar tersebut dimulai pada Rabu (25/6), namun langsung menuai protes keras. Warga menilai alih fungsi lahan sebagai tindakan melanggar aturan tata ruang dan merugikan masyarakat secara langsung.

“Kalau dibangun, di mana lagi kami bisa menikmati ruang terbuka? Ini satu-satunya lahan kosong yang tersisa,” ucap seorang warga saat menyaksikan proses pemasangan.

Ketua Umum Aliansi LSM Ormas Peduli Kepri, Ismail, menyebut akar permasalahan ini bermula dari revisi fatwa planologi oleh BP Batam yang ditandatangani oleh pejabat BP Batam bernama Fresley, di akhir masa jabatannya. Ia mempertanyakan legalitas dan etika dari keputusan tersebut, yang secara drastis mengubah peruntukan lahan dari fasum dan RTH menjadi kawasan komersial.

“Dalam aturan sebelumnya, dari satu hektare lahan, maksimal hanya 60 hingga 70 persen boleh dibangun. Sisanya wajib menjadi RTH dan fasum. Revisi ini jelas bertentangan dengan prinsip tata ruang dan keadilan sosial,” tegas Ismail.

Ismail juga menyoroti dampak sosial yang ditimbulkan. Ia menyatakan warga sekitar, terutama pemilik ruko, sangat dirugikan karena perubahan fungsi lahan tidak pernah dikonsultasikan. Ia bahkan menyebut tidak ada rekomendasi dari warga komplek atas proyek pembangunan tersebut.

“Lahan kosong ini penting untuk evakuasi dan darurat. Jika terjadi kebakaran, lahan ini bisa digunakan sebagai akses mobil pemadam. Pengalihfungsian ini sangat merugikan,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menuding adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum di tubuh BP Batam. Ia mendesak Kepala dan Wakil Kepala BP Batam, Amsakar dan Li Claudia, untuk turun tangan membenahi dugaan penyimpangan ini.

Ismail juga menyampaikan rencana mereka untuk membawa persoalan ini ke DPRD Batam melalui mekanisme Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I dan III yang membidangi persoalan hukum dan lingkungan.

“Pemasangan seng ini jelas melanggar dan tidak bisa dibiarkan. Kami akan tempuh jalur konstitusional,” agar tidak berlarut-larut ujarnya.

Dari sisi hukum dan tata ruang, warga menilai keputusan BP Batam sangat tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mewajibkan minimal 30 persen suatu kawasan diperuntukkan bagi ruang terbuka hijau. Jika pembangunan tetap dipaksakan, maka Komplek Central Park akan kehilangan salah satu unsur vital ekosistem kota. “Ini bukan sekadar pagar, ini soal hak hidup warga dan lingkungan,” katanya

Ismail menutup dengan peringatan keras: “Kebijakan seperti ini hanya akan menciptakan konflik horizontal dan ketidakadilan yang dalam. Kami minta BP Batam segera cabut revisi fatwa tersebut dan kembalikan fungsi lahan sesuai peruntukannya. Ini demi kepentingan bersama, bukan segelintir pemilik modal.” Tutupnya.

Reporter : Redaksi

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *