Batam,pikiranrakyatnusantara.com – 30 September 2025,Upaya PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, untuk mendapatkan pertanggungjawaban atas pencabutan alokasi lahan 30 hektar lahan hotel disusul dengan perobohan bangunan dan asetnya yang ditaksir mencapai Rp922 miliar, terus dilakukan. Komisi III dan VI DPR RI, serta Wakil Ketua DPR RI juga meminta Badan Pengusahaan (BP) Batam menyelesaikan masalah itu, namun tampaknya BP Batam bakal melanjutkan kezaliman.
”Kami telah berupaya untuk mendapatkan keadilan dalam kasus pencabutan lahan serta perobohan gedung Hotel Purajaya melalui rekomendasi dari Komisi VI dan III DPR RI, serta permintaan Wakil Ketua DPR RI terhadap Ketua Mahkamah Agung RI, Ketua Komisi Yudisial RI, Kepala Kepolisian RI, serta Kepala BP Batam. Tetapi, kami tidak melihat ada sedikitpun respon Kepala BP Batam. Apakah warisan kezoliman yang ditinggalkan Kepala BP Batam yang lama akan terus dipertahankan oleh penerusnya, tampaknya iya,” kata Direktur PT DTL, Rury Afriansyah, kepada wartawan, di Batam, 29/9/2025.
Rury Afriansyah menilai Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk oleh Komisi VI dan Komisi III DPR RI, hanya pepesan kosong. Komisi VI DPR RI telah turun ke Batam pada 18 Juli 2025, namun tidak ada tindakan positif terhadap masalah yang dihadapinya. Harapan yang sama disampaikan oleh sekitar 40 warga Batam yang menyampaikan masalahnya kepada Komisi VI DPR RI di Hotel Marriott, Harbour Bay, Batuampar, Batam, 18/7/2025. ”Satu masalah pun tidak ada yang dikerjakan oleh Komisi VI hingga sekarang,” ujar Zukriansyah.
Saat ini PT DTL sedang menyusun pengaduan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Markas Besar Kepolisian RI, dengan penekanan tindak pidana korupsi (pidana khusus) dan pidana pengeroyokan (pidana umum). ”Langkah tersebut merupakan pilihan paling tepat saat ini, sebab Kepala BP Batam tampaknya tidak akan bergeming melihat desakan dari DPR RI. Kuat dugaan kami, Kepala BP Batam akan terus melindungi mafia tanah yang tumbuh di era sebelumnya. Bukannya membenahi, tetapi faktanya terus mengawal kepentingan konsorsium para mafia tanah,” jelas Rury Afriansyah.
Kejahatan Paling Terbuka
Menurut pengamat hukum pertanahan, Hendri Firdaus, SH, MH, pencabutan lahan milik PT DTL seluas 30 hektar merupakan pelanggaran hukum pertanahan dan sebagai kejahatan terbuka yang dibarengi dengan perobohan gedung tanpa dasar hukum. ”Yang membuat saya heran, ada apa penegak hukum masih enggan menaikkan masalah tersebut ke tingkat penyidikan. Pncabutan alokasi lahan itu sendiri merupakan pelanggaran hukum, ditambah dengan perobohan hotel yang merupakan perampasan hak, dan bagian dari kejahatan pertanahan,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan perobohan Hotel Purajaya di Batam tidak sah secara hukum karena dilakukan tanpa perintah pengadilan. Hal ini diungkapkannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan perwakilan masyarakat adat Melayu yang berlangsung di Jakarta beberapa waktu lalu. Dalam forum itu, Habiburokhman mempertanyakan keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses perobohan tanpa adanya dasar hukum yang jelas. Menurutnya, dalam eksekusi hukum yang sah, pengadilan harus menjadi pihak yang mengoordinasikan pelaksanaan eksekusi dan mengeluarkan putusan terlebih dahulu.
”Yang saya tahu, kalau eksekusi yang mengkoordinir adalah pengadilan, dasarnya harus putusan pengadilan. Kalau ini tidak ada putusan pengadilan, maka bukan eksekusi,” ujar Habiburokhman, kepada pusat pemberitaan RRI. Atas dasar tersebut, Komisi III DPR RI mendorong pembentukan Panitia Kerja (Panja) guna mengawasi dan menyelidiki dugaan praktik mafia lahan di Batam. Panja itu diharapkan dapat mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tindakan yang dinilai melanggar hukum. Namun akhirnya, akibat sikap dan tindakan Kepala BP Batam, Panja yang dibentuk terbentur dengan lembaga.
Panja Basa Basi
Menurut aktivis Monica Nathan, peristiwa rusuh di Jakarta dan sejumlah tempat pada akhir Agustus hingga awal September 2025, bukanlah bualan belaka, terkait dengan perilaku Anggota DPR RI yang suka dengan retorika basi. Persoalan rakyat di Rempang dan persoalan perobohan Hotel Purajaya, dijadikan latar teatrikal badut Senayan, khususnya wakil dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kepri. Di atas kertas, gerakan itu terdengar rapi. Panja Mafia Tanah yang dibentuk DPR, kata Monica, akan terhenti tanpa solusi.
Wakil Wali Kota Batam sempat mengumumkan moratorium reklamasi. Secara teori, kata Monica, artinya semua proyek reklamasi dihentikan sampai audit selesai. Tapi faktanya, pancang-pancang tetap tegak di Teluk Tering. Panja Komisi VI dibuat untuk evaluasi tata kelola lahan Batam. Panja Komisi III dibentuk untuk melawan mafia tanah. Mandatnya kuat, bisa panggil pejabat, bisa buka data, bisa tindaklanjuti kasus. Tapi enam bulan berlalu, hasilnya nol besar. Purajaya tetap rata dengan tanah. Teluk Tering sepertinya tetap direklamasi. Mafia tetap berjaya.
Reporter : Redaksi
Redaksi.